Itu pun, seluruh aktivitas yang membutuhkan aliran listrik harus dilakukannya mulai pukul 18.00 WIT hingga 24.00 WIT. "Setiap hari seperti itu. Listrik hanya 6 jam saja. Kondisi ini terjadi sejak kabupaten ini berdiri 12 tahun lalu," terang dia kepada CNNIndonesia.com, Minggu (27/10).
Yeskiel mengaku tidak bisa banyak mengeluh, mengingat upaya pemerintah menerangi daerahnya di depan mata. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang ditujukan untuk membuat listrik menyala 24 jam dalam sehari sedang dibangun.
"Pembangunan PLTA itu sebetulnya sudah sejak 2015 lalu. Hanya saja sampai sekarang belum juga selesai pembangunannya. Setahu saya, saat ini masih tahap pembangunan," katanya lirih.
Ilustrasi. (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi).
|
Arnoldus Laboretaninas, warga Amfoang Timur, perbatasan Timor Leste, boleh sedikit gembira karena listrik 'menyetrum' rumahnya lebih lama ketimbang di Kabupaten Pegunungan Bintang. Ia mengaku bisa menikmati setruman listrik sekitar 12 jam dalam sehari.
Namun demikian, dibandingkan dengan kampung tetangganya di Naekake, Mutis, listrik menyala hingga 24 jam. Arnoldus hanya bisa tersenyum pahit seraya berkata, "di kampung saya, Amfoang Timur, listrik hanya menyala dari pukul 06.00 WIT hingga 18.00 WIT."
Apa boleh dibuat? Kondisi listrik menyala 12 jam tetap harus disyukuri. Sebab, tiga tahun lalu, Arnoldus menuturkan daerahnya sama sekali tidak teraliri listrik. "Listrik baru masuk tiga tahun lalu," jelasnya.
"Saya dan masyarakat sudah mengeluh ke pemerintah daerah setempat untuk pemerataan listrik, tapi tidak pernah ada tanggapan dari pemerintah setempat. Persoalannya, dampaknya ke pendidikan, rumah sakit," imbuh dia.Ironis, memang. Mengingat, data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melansir rasio elektrifikasi listrik sudah mencapai 98,86 persen bertepatan dengan Hari Listrik Nasional ke-74.
Ini artinya, rasio elektrifikasi listrik menuju 99 persen pada akhir tahun, atau 100 persen pada 2020 mendatang. Tentu, pencapaian ini patut dibanggakan dibandingkan dengan tahun 2013 lalu saat keterjangkauan listrik cuma di posisi 81,51 persen.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Rida Mulyana mengatakan ada dua program untuk menggenjot rasio elektrifikasi sesuai target, yakni Listrik Desa (LisDes) dan Papua Terang.
Listrik Desa merupakan program pemerintah dalam bentuk bantuan dana kepada RT yang tidak mampu untuk berlangganan listrik. Sementara Papua terang adalah upaya pemerintah untuk memberikan akses listrik terhadap wilayah yang sulit terjangkau di daerah papua dengan energi Baru Terbarukan (EBT).Peneliti AURIGA Nusantara Iqbal Damanik memberi isyarat seolah percuma rasio elektrifikasi tinggi jika pasokannya tidak stabil.
Ia bilang target memenuhi rasio elektrifikasi 100 persen pada 2020 tidak akan bertahan lama. Sebab, elektrifikasi saat ini rentan dengan lampuisasi.
"Jadi, mereka (pemerintah) tuh enggak kasih listriknya, tapi yang mereka kasih itu adalah lampu, yang bisa digunakan dengan panel surya dan itu selesai," tutur dia akhir pekan lalu.
[Gambas:Video CNN]
(hns)
CNN Indonesia
October 28, 2019 at 01:25AM
https://ift.tt/2MNrVmm
Ironi Elektrifikasi 99 Persen, Listrik Nyala Tak Lebih 6 Jam
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Ironi Elektrifikasi 99 Persen, Listrik Nyala Tak Lebih 6 Jam"
Post a Comment