Namun upaya mediasi ditolak pihak sekolah yang berada di kawasan Pejaten, Jakarta Selatan tersebut. SMA Gonzaga memilih mediasi dilakukan di pengadilan.
"Mediasi kan harus dua [pihak] ya, pihak pertama [orang tua murid] dan pihak kedua yakni sekolah. Nah saya hubungi pihak sekolah lalu datanglah," ujar Kepala Seksi Peserta Didik dan Pengembangan Karakter Peserta Disdik DKI Jakarta, Taga Radja Gah saat dihubungi, Rabu (30/10).
"Datang tapi [pihak sekolah] enggak mau dimediasi di kantor saya. Maunya di pengadilan saja. Nanti, biar hakim saja yang memutuskan gitu," sambungnya. Taga menjelaskan dalih SMA Gonzaga di balik penolakan mediasi di kantor Dinas Pendidikan DKI karena pihak sekolah takut gugatan tetap dilayangkan meskipun sudah mediasi. Taga mengakui pihaknya kecewa atas kegagalan upaya mediasi tersebut.
"Sampai saya buat pernyataan tertulis kalau Anda [Gonzaga] tidak mau dimediasi, ada tertulisnya di kantor saya itu. Artinya pihak disdik sudah kooperatif sekali, berusaha menyelesaikan masalah itu," ujar Taga.
Taga juga menjelaskan perkara gugatan perdata yang dilayangkan orang tua murid itu akan disidangkan di PN Jaksel pada Senin (4/11) nanti.
Soal Perilaku
Saat ditanya persoalan yang menyebabkan BB tak naik kelas, Taga mengatakan bukan sekedar perkara nilai tapi kasus perilaku yang tak baik.
Taga mengatakan BB memperoleh satu nilai mata pelajaran yang di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) di sekolahnya. Batas KKM di SMA Gonzaga adalah 75, sementara nilai mata pelajaran sejarah peminatan BB hanya 65.
Seyogyanya, kata Taga, hal tersebut tak bisa dijadikan alasan memutuskan seorang murid tak naik kelas.
Merujuk Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 53 Tahun 2015 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik dan Satuan Pendidik Pada Dikdasmen, murid baru bisa dinyatakan tidak naik kelas bila memiliki tiga mata pelajaran dengan nilai kurang dari KKM.
"Itu kan paling sedikit tiga mata pelajaran. Kalau dua saja naik, apalagi satu," kata Taga.
Namun ia mengatakan kasus yang menimpa BB bukan sekedar perkara nilai. BB juga dikatakan sempat terjerat sejumlah kasus di sekolah, seperti ketahuan makan cemilan ketika kegiatan belajar mengajar di kelas sedang berlangsung.
"Ada kejadian dia makan kuaci dalam kelas, ditegur guru Sejarah," tutur Taga.
Tampak luar Kantor Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (CNNIndonesia/Ranny Virginia Utami)
|
Plt Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Menengah Kemendikbud, Didik Suhardi mengatakan kasus ini sudah masuk ke ranah hukum, sehingga pihaknya hanya bisa menunggu hasil sidang nanti.
"Ini kan sudah masalah hukum. Kalau sudah hukum ya kita tunggu saja nanti di urusan hukumnya. Kan kita belum tahu fakta hukumnya seperti apa," ujarnya kepada CNNIndonesia.com.
Didik mengatakan pihak sekolah bisa saja memiliki pertimbangan selain soal nilai ketika menyatakan muridnya tidak naik kelas.
"Kita enggak tahu kasusnya apa saja. Aturannya mungkin bukan hanya masalah nilai, bisa karena tata tertib dan segala macam," tambahnya lagi.
Yustina selaku orang tua BB menggugat Kepala Sekolah SMA Kolese Gonzaga Paulus Andri Astanto, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum Himawan Santanu, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan Gerardus Hadian Panamokta dan guru sosiologi kelas XI Agus Dewa Irianto.
Dalam gugatannya, Yustina meminta majelis hakim menyatakan keputusan para tergugat bahwa anak penggugat tidak berhak melanjutkan proses belajar ke jenjang kelas 12 SMA Kolese Gonzaga adalah cacat hukum.
Yustina meminta majelis hakim menyatakan BB memenuhi syarat dan berhak untuk melanjutkan proses belajar ke kelas 12 SMA Kolese Gonzaga.
Selain itu, Yustina juga meminta majelis hakim menghukum para tergugat untuk membayar ganti rugi secara tanggung renteng kepadanya. Ganti rugi itu meliputi materil Rp51.683.000 dan imateril Rp500 juta.
Yustina juga meminta majelis hakim menyatakan sah dan berharga menyita jaminan terhadap aset para tergugat berupa tanah dan bangunan Sekolah Kolese Gonzaga, dan atau harta kekayaan para tergugat lainnya baik benda bergerak dan atau benda tidak bergerak lainnya yang akan disebutkan kemudian oleh penggugat.
CNNIndonesia.com masih berupaya mendapatkan pernyataan dari Yustina ataupun kuasa hukumnya selaku penggugat. Sementara itu, dari pihak SMA Gonzaga masih bungkam atas kasus penuntutan secara perdata yang menimpa empat gurunya tersebut.[Gambas:Video CNN]
Menanggapi kasus ini perwakilan hubungan masyarakat dari Ikatan Alumni Gonzaga (Ikagon), Dewi Sari mengatakan segenap alumni Gonzaga siap memberi dukungan kepada sekolahnya tersebut.
"Ikatan alumni yang mempunyai profesi di bidang hukum siap membantu apabila diperlukan. Tapi kami juga menghargai apabila mereka [Gonzaga] punya kuasa hukum sendiri," ujarnya.
Dewi sendiri mengaku mengetahui kasus tersebut dari mulut ke mulut di kalangan alumni Gonzaga. Ia pun mengatakan belum mendapat keterangan pasti dari pihak sekolah mengenai kasus itu.
"Sampai saat ini kita belum resmi menerima informasi dari pihak sekolah mengenai latar belakang kejadian tersebut," tutur Dewi.
(fey/kid)CNN Indonesia
October 31, 2019 at 02:15AM
https://ift.tt/2Nneuc1
Disdik DKI Sebut SMA Gonzaga Ingin Mediasi di Pengadilan
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Disdik DKI Sebut SMA Gonzaga Ingin Mediasi di Pengadilan"
Post a Comment