Pemerhati pendidikan Henny Supolo mengusulkan untuk fokus menerapkan Pasal 4 Ayat 1 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 tentang Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan sebagai pengikat dan dasar penyelarasan kebijakan.
"Bunyinya: pendidikan diselenggarakan secara demokratis, berkeadilan dan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan--jadi catat, nilai keagamaan bukan agama, nilai kultural dan kemajemukan bangsa. Saya hafal betul karena ini sangat penting untuk penyelenggaraan pendidikan," kata Henny saat dihubungi CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon.
Henny menjabarkan implementasi nilai itu harus dimasukkan dalam peraturan menteri ataupun kebijakan lain. Lebih konkret lagi, nilai-nilai itu perlu disertakan di antaranya ketika pelaksanaan akreditasi sekolah, penilaian kinerja guru, serta perangkat indikator penyusunan tata tertib sekolah, pembelajaran, juga standar isi pengajaran.
"Kalau ini tidak disebut atau dibunyikan maka tidak terlalu jelas apa yang sebetulnya harus dipegang sebagai prinsip," ujar pegiat dari Yayasan Cahaya Guru tersebut.
Henny pribadi menduga sebagian besar pemangku kepentingan di dunia pendidikan bukan saja tak paham melainkan juga tidak mengetahui prinsip-prinsip penyelenggaraan tersebut.
"Padahal kalau kata-kata kunci itu dipegang betul oleh Kemendikbud maka bisa mengatasi masalah kebinekaan, intoleransi yang belakangan mencemaskan. Ini merupakan PR yang harus dihadapi Menteri baru," kata dia.
Kurikulum
Henny pun menekankan penyelesaian masalah di dunia pendidikan bisa dimulai dengan memetakan isu prioritas--seperti masalah intoleransi dan keragaman, pengembangan kualitas guru, diikuti penyelarasan kebijakan.
Sedangkan perubahan kurikulum, justru bukan faktor utama. Pasalnya, kata Henny, tanpa guru yang paham dan cakap menerjemahkan, formula itu bakal menjadi benda mati belaka.
Menurut Henny seringkali guru hanya ditempatkan sebagai pelengkap. Padahal dalam ekosistem pendidikan, peran guru untuk memahami kurikulum dan filosofi pendidikan amatlah penting.
"Masalah kurikulum itu kita perlu lebih hati-hati, karena seringkali kurikulum itu mau sebagus apapun bilamana guru tidak memahami bahwa itu penting dan tidak mendapatkan pelatihan yang tepat maka yang ada hanyalah suatu kedangkalan-kedangkalan," ujar Henny.
Ia juga mengingatkan agar perubahan kurikulum harus didasarkan pada hasil riset yang jelas dan terukur.
"Dan perlu diujicobakan justru bukan kepada siswa, tapi mendapat masukan dari guru-guru," kata dia lagi.
Sejak reformasi, Indonesia bisa dibilang kerap berganti kurikulum sehingga kerap muncul anekdot 'ganti menteri, ganti kurikulum'.
Guru bersama murid-muridnya. (ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani)
|
Kurikulum itu berorientasi pada hasil kompetensi siswa, bukan proses. Namun, kurikulum itu menyimpan persoalan yaitu masih rendahnya kualitas guru.
Dua tahun kemudian berganti jadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP 2006 itu salah satu cirinya adalah desentralisasi pendidikan di mana sekolah dan/atau daerah bisa membuat silabus penyesuaian. Selain itu, kurikulum diupayakan relevan dengan kebutuhan dunia kerja.
Namun, kurikulum itu memiliki kelemahan yakni masih kurangnya sarana dan prasana pendukung guru dan sekolah. Pun pengurangan jam belajar berkurangnya pada pendapatan guru, dan kesulitan pengajar memenuhi waktu sebagai syarat sertifikasi.
Pada 2013 muncul kurikulum baru yang diresmikan 11 Desember 2014. Kurikulum tersebut mengutamakan keseimbangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Walhasil, kental pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Selain itu, sikap dan perilaku masuk dalam aspek pembelajaran.
Salah satu kelebihan Kurtilas (Kurikulum 2013) adalah memiliki konsep yang jelas, dan mata pelajaran yang dikemas dengan materi yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Tapi, beberapa persoalan yang tercatat di lapangan adalah fasilitas pendidikan yang belum merata, dan guru yang tidak terlibat dalam pengembangan kurikulum.
Terkini adalah kurikulum 2015 yang merupakan upaya penyempurnaan dari kurtilas.
Terpilihnya Nadiem Makarim bagi Henny menjadi harapan baru sebab mantan CEO Gojek itu diyakini memiliki nilai kecakapan untuk mengelola Kemendikbud. Sekalipun dunia pendidikan merupakan hal baru bagi Nadiem, Henny optimistis pengalaman sebagai pengusaha bisa menjadi modal awal."Ada beberapa kata kunci yang dia sebut pada pernyataan pertamanya. Yang pertama, dalam 100 hari dia akan mendengar dari orang-orang terdahulu yang menggeluti bidang ini. Dia mau dengar dan belajar. Artinya kita akan mendapatkan menteri muda yang mau mendengar dan belajar, ini dua hal yang sangat penting dalam dunia pendidikan," ujar Henny.
Sementara itu saat ditemui di Kemendikbud, Jumat (25/10), Nadiem memandang optimis terhadap pekerjaannya di Kabinet Maju periode 2019-2024. Ia pun mengaku antusias menjalankan tugas yang baru ia jalani tiga hari terakhir.
"Sangat optimis, sangat optimis, sangat excited. banyak sekali tugas, berat sekali tantangannya tapi saya optimis," kata Nadiem.
Nadiem pun menjelaskan, selama tiga hari menjalankan tugas sebagai Menteri Pendidikan, Ia kerap melakukan rapat-rapat dengan pihak yang berkaitan dengan Kementerian.
"Ketemu berbagai macam badan, berbagai macam dirjen," ucap dia.
Nadiem pun mendukung penggabungan nomenklatur di Kemendikbud yang akan digabungkan dengan urusan pendidikan tinggi (dikti). Namun, Nadiem belum menjelaskan secara rinci langkah yang akan dilakukan pihaknya untuk menanggapi hal tersebut.
"Itu harus dilakukan agar strateginya terpadu di antara seluruh institusi pendidikan," jelas Nadiem.
Sebagai informasi, pada periode sebelumnya, urusan pendidikan tinggi berada di bawah Kemenristek Dikti.
(ika, mjo/kid)CNN Indonesia
October 27, 2019 at 12:17AM
https://ift.tt/33ZHT2s
Selain Teknologi, Nadiem Diingatkan soal Prinsip Pendidikan
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Selain Teknologi, Nadiem Diingatkan soal Prinsip Pendidikan"
Post a Comment